Setelah menonton YouTube-nya Pak Renald Kasali, aku jadi sadar bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung oleh Prabowo ternyata sudah melenceng jauh dari tujuan awal. Program ini yang seharusnya sederhana — melibatkan warung-warung kecil seperti warteg sebagai vendor — malah berubah menjadi proyek besar dengan dapur umum yang modalnya miliaran rupiah.
Padahal jelas, warteg tidak mungkin bisa bersaing dengan skala sebesar itu.
Ternyata, dapur-dapur umum tersebut dimiliki oleh yayasan yang orang-orang di dalamnya merupakan pendukung Prabowo. Kesannya jadi seperti program ini hanya untuk bagi-bagi proyek ke pendukung politiknya saja.
Lebih parah lagi, dapur umum itu bahkan tidak memasak sendiri, tapi menyerahkan pekerjaan ke vendor lain lagi. Jadi makin jauh dari prinsip efisiensi.
Kalau dilihat dari logika sederhana, makanan harga 10 ribu rupiah untuk program massal itu marginnya sudah kecil sekali. Kalau harus dipotong lagi untuk berbagai pihak, pasti kualitasnya turun. Mungkin harga efektif per makanannya cuma 8 ribuan saja setelah dipotong banyak tangan.
Kalau dihubungkan dengan perjalanan politik Prabowo, masuk akal juga. Setelah gagal tiga kali, baru di percobaan keempat ini dia berhasil menjadi presiden. Logikanya, jumlah pendukung dan tim suksesnya pasti banyak, dan tentunya banyak juga yang menuntut “imbalan”, entah dalam bentuk jabatan atau proyek.
Mungkin inilah sebabnya jumlah menteri jadi banyak, proyek-proyek besar bermunculan, semua seolah demi memenuhi permintaan “bagi-bagi kue kekuasaan.”
Feodalisme model begini, kalau terus dibiarkan, jelas akan menjadi hambatan besar buat Indonesia untuk benar-benar maju.
Dari kejadian ini, aku belajar bahwa politik tidak hanya soal idealisme, tetapi juga tentang realita kekuasaan yang seringkali penuh kompromi dan kepentingan. Sebagai rakyat biasa, penting bagi kita untuk tetap kritis, tidak mudah terlena janji manis, dan terus menjaga harapan bahwa suatu saat politik di negeri ini benar-benar bisa berpihak pada rakyat, bukan sekadar alat untuk balas budi dan bagi-bagi kekuasaan.
Belum ada tanggapan untuk "Kritik Terhadap MBG dan Realita Politik Kekuasaan"
Post a Comment