Aku adalah seseorang yang punya ambisi besar untuk bisa melanjutkan kuliah S2 dengan beasiswa. Kenapa beasiswa? Karena aku kuliah S1 pun juga dari beasiswa. Jadi dalam pikiranku, masa iya S2 enggak bisa dapat beasiswa juga? Tapi lebih dari sekadar soal biaya, aku memang benar-benar cinta belajar. Belajar itu seperti hobi buatku. Apalagi dulu waktu SMA pernah tes psikologi, hasilnya menyebutkan bahwa aku "maksimal hanya bisa sampai S1". Dari situ muncul keinginan untuk membuktikan bahwa hasil tes itu salah.
Aku lulus S1 tahun 2022. Waktu itu, kuliah S2 dengan beasiswa masih seperti mimpi. Persyaratannya berat, terutama soal skor TOEFL. LPDP adalah opsi yang paling memungkinkan karena bisa daftar tanpa LoA, tapi ya itu tadi, TOEFL minimal 500. Padahal, skor TOEFL-ku belum pernah sampai segitu.
Sampai akhirnya, temanku menawarkan jalan pintas: joki TOEFL. Awalnya aku menolak karena itu curang. Tapi setelah tahu bahwa ini "rahasia umum", aku jadi tergoda juga. Saat itu aku punya uang dari kerja di sekolah swasta di Surabaya. Akhirnya aku pakai jasa joki, bayar sekitar dua jutaan, dan dapet skor TOEFL yang cukup buat daftar.
Daftarlah aku di LPDP 2023 gelombang 2, jalur reguler. Tes Bakat Skolastik (TBS), nilai 160, passing grade 140. Lolos. Tapi di tahap substansi, aku gagal. Nilai 644, passing grade 860. Waktu itu aku memang enggak ikut mentoring, esai ku asal-asalan, dan saat wawancara pun nggak bisa jawab dengan baik. Aku nggak tahu alasan milih kampus, kurikulum, apalagi soal kontribusi. Kupikir ya bisa kayak temanku dulu yang esainya biasa aja tapi tetap lolos. Ternyata sekarang LPDP makin ketat.
Tapi aku nggak menyerah. Karena TOEFL (yang dari joki itu) masih berlaku 2 tahun, aku bisa coba lagi. Di 2024 gelombang 1, aku daftar lagi. TBS-ku turun jadi 145, tapi passing grade juga turun jadi 125. Lolos. Substansinya, nilaiku naik jadi 825, tapi passing grade juga naik jadi 1000. Padahal kali ini aku udah ikut banyak mentoring, udah totalitas. Tapi gagal lagi. Katanya kontribusiku terlalu lemah, kurang berdampak, dan seakan-akan nggak perlu S2 buat mewujudkan itu.
Oh iya, di gelombang ini aku sudah resign dari kerja karena aku keterima PPG Prajabatan. Jadi saat daftar LPDP 2023 gelombang 2, aku juga daftar PPG, dan yang keterima justru PPG. Jadi waktu gagal LPDP ya nggak terlalu sedih, karena plan B berhasil.
Tapi waktu gagal LPDP 2024 gelombang 1, rasanya berat banget. Karena aku udah ikut mentoring sambil kuliah PPG. Bebannya dobel. Tapi aku tetap lanjut.
Di 2024 gelombang 2, aku ikut lagi. Tapi kali ini persiapanku jelek. Aku udah lulus PPG dan kerja di sekolah swasta di Sidoarjo. Beban kerja besar, gaji kecil. Aku nggak semangat. Hasilnya? Gagal di TBS. Nilai 160, passing grade 160. Gagal gara-gara nilai pas-pasan.
Aku kecewa banget. Akhirnya aku resign dari kerja agar bisa lebih fokus. Aku daftar lagi di 2025 gelombang 1. Nilai TBS-ku 150. Jujur, aku sedih. Karena aku udah belajar mati-matian dan bahkan resign kerja, tapi nilai nggak naik signifikan. Setelah dievaluasi, ternyata waktu tes TBS-ku terganggu karena internet putus-putus dan aku salah strategi waktu, karena mengira sistemnya sama kayak try out. Di try out aku bisa dapet 200an, tapi pas tes resmi cuma 150.
Tapi kali ini aku daftar lewat jalur afirmasi prasejahtera. Biasanya passing grade-nya lebih rendah dari jalur reguler, jadi aku masih punya harapan. Tiga kali sebelumnya aku daftar di jalur reguler. Kok bisa daftar afirmasi prasejahtera? Karena aku punya surat bantuan kesehatan dari pemkab.
Ceritanya, bapakku ketua RT. Aku dekat dengan Pak RW karena waktu itu nggak ada yang mau daftar KPPS buat pemilu, jadi aku yang maju. Dari situ aku kenal baik dengan beliau. Suatu ketika beliau bilang ada bantuan kesehatan dari bupati, dan nyuruh aku daftar. Katanya ini buat mengganti pengabdian bapakku sebagai RT yang tugasnya berat tapi gajinya kecil. Aku pun daftar dan dapet bantuan itu.
Kalau ditanya "apa itu ordal?", mungkin iya. Tapi ya di sisi lain, keluarga kami memang tidak seberuntung itu juga. Jadi ini keputusan yang dilematik. Tapi yang paling menenangkan adalah: dengan daftar afirmasi ini, aku nggak pakai sertifikat TOEFL hasil joki. Aku daftar dengan cara yang jujur. Dan itu cukup menenangkan hatiku.
Begitulah perjuanganku daftar LPDP dari 2023 hingga 2025. Jatuh bangun, penuh dilema, tapi tetap ingin berjuang dan belajar. Semoga kali ini adalah waktuku. Kalau tidak, setidaknya aku tahu bahwa aku sudah berusaha sekuat mungkin.
Belum ada tanggapan untuk "Perjuangan Daftar LPDP: Antara Mimpi, Joki TOEFL, dan Jalan Afirmasi"
Post a Comment