Beberapa waktu lalu, saya membaca buku Grit karya Angela Duckworth. Tapi terus terang, saya sudah tidak ingat lagi detail bab per babnya. Yang saya ingat justru hal yang paling menempel dalam benak: bahwa keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh bakat semata, tapi oleh kegigihan dan ketekunan jangka panjang.
Buku ini membuka mata saya bahwa orang-orang paling sukses di dunia—baik itu atlet, ilmuwan, seniman, hingga pendidik—tidak selalu adalah mereka yang paling berbakat sejak awal. Justru mereka yang tetap fokus, terus berusaha, dan tidak berhenti walau berkali-kali gagal, itulah yang akhirnya melampaui yang lainnya.
Angela menyebut kunci sukses itu dengan istilah grit, yaitu kombinasi antara passion (gairah) dan perseverance (ketekunan). Dalam bahasa sederhana, grit berarti kamu punya semangat untuk sesuatu yang kamu cintai, dan kamu mau bertahan di jalur itu meskipun dunia berkata kamu tidak cukup baik.
Satu hal lagi yang membuat saya terkesan adalah bagaimana buku ini menekankan pentingnya fokus. Bukan hanya kerja keras secara umum, tapi kerja keras yang terarah dan konsisten. Grit mengajarkan kita bahwa jika kamu ingin unggul dalam sesuatu, maka kamu harus rela mengasahnya bertahun-tahun tanpa teralihkan oleh gangguan atau cemoohan.
Buku ini terasa seperti pengingat bahwa kegagalan itu bukan akhir. Orang yang berhasil adalah mereka yang bangkit berkali-kali, bahkan ketika tidak ada yang percaya mereka bisa.
Belum ada tanggapan untuk " Grit – Ketika Kegigihan Lebih Penting dari Bakat"
Post a Comment