Antara Aku, Tugas, dan Laundry
Antara Aku, Tugas, dan Laundry
Menempuh pendidikan di sekolah boarding menjadi tren akhir-akhir ini. Sekolah boarding menjadi pilihan banyak orang khususnya di wilayah perkotaan. Hal ini terjadi karena lingkungan di wilayah perkotaan semakin memburuk bagi tumbuh kembang anak, sehingga orang tua harus pandai-pandai mengawasi bahkan memilihkan lingkungan pergaulan bagi anaknya.
Disisi lain, rata-rata orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor akibatnya seringkali pulang larut malam. Dihadapkan dengan realita yang seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi orang tua selain mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di sekolah boarding. Alhasil banyak orang tua yang mempercayakan anaknya untuk merajut masa depan di sekolah boarding, sekalipun harus merogoh kocek lebih dalam. Hal itulah yang menimpa diriku.
Setelah lulus SMP aku diarahkan orang tua untuk bersekolah di salah satu sekolah boarding ternama di kotaku. Tanpa meminta pendapatku terlebih dahulu dan langsung mengatakan, “inilah yang terbaik bagi masa depan mu”. Sejauh ini aku memang selalu menjadi anak baik dan penurut di depan orang tua, karena orang tua tidak akan menjerumuskan anaknya dalam kesesatan yang hakiki, ku pikir.
Singkat cerita, masuklah aku di SMA Waseda tanpa halangan yang berarti. Seluruh tes dapat kulalui dengan baik dan tanpa kesulitan yang berarti. Aku mendapat lebih banyak teman disini jika dibandingkan dengan masa SMP dulu, bahkan beberapa telah menjadi sahabatku dalam melewati suka maupun duka.
Menuntut ilmu disekolah boarding ternyata sangat berbeda dengan bersekolah di sekolah pada umumnya. Mulai dari segi ritme dan durasi belajar, lingkungan yang tertutup dari dunia luar, informasi dari luar tidap dapat begitu saja masuk dengan mudah, begitu juga dari dalam. Ada sebagian siswa yang menanggapinya dengan positif, dan menganologikannya seperti sedang berada dalam akuarium yang penuh dengan ikan hias. Sebagian lain menanggapinya dengan negatif, dan menganalogikan seperti sedang berada dalam penjara.
Teman sekelasku yang bernama Ichiro, selalu mengganggap SMA Waseda adalah penjara baginya. Ia merasa terkekang, karena setiap gerak-gerik selalu diawasi dan tidak dapat berinteraksi dengan dunia luar secara bebas. Hampir setiap hari ia keluar tanpa ijin, dan itu sudah menjadi hal yang wajar bagi dia. Sebenarnya tidak heran juga, karena setiap orang pasti memiliki karakter yang berbeda. Ichiro terkenal sebagai anak yang aktif , suka bergaul, cepat bosan, suka mengunjungi tempat baru dan sangat menyukai tantangan. Sehingga tidak heran jika dia berperilaku seperti itu.
Aku memaklumi kelakuan menyimpang Ichiro, karena aku juga pernah merasa bosan dalam akuarium ikan hias ini, sekali-kali harus berkunjung ke akuarium lain, tapi dengan cara yang elegan dan legal. Awalnya aku sependapat dengan Ichiro, mengganggap seperti panjara. Namun setelah melihat dari sudut pandang yang lebih luas, kurang elok jika mengatakan seperti itu. Faktanya, banyak hal positif yang hanya bisa didapatkan di sekolah boarding. Tapi sekali-kali keluar tanpa ijin bagiku hal yang wajar dan tidak terlalu jadi masalah disini, karena rata-rata tingkat stress siswa boarding lebih tinggi dari pada siswa pada umumnya.
Tingkat stress yang tinggi tidak lain disebabkan oleh berbagai tekanan dan tugas yang datang silih berganti, seakan tidak akan ada habisnya. Hal ini sangat berkebalikan dengan sedikitnya durasi waktu yang diberikan, belum lagi terpangkas oleh berbagai agenda di setiap harinya. Jika tidak di cicil satu persatu, akan terasa sangat berat ketika mendekati ujian semester.
Sekarang adalah pekan terakhir sebelum ujian semseter, semua tugas harus segera dikumpulkan sebelum hari Senin tiba. Sebenarnya aku sudah mencicil tugas yang ada di pundakku, namun apa daya, tugas yang diberikan telah melebihi batas kewajaran. Alhasil dalam pekan terakhir sebelum ujian, bukannya mempersiapkan diri dengan belajar materi yang akan diujikan. Aku malah lembur setiap malamnya untuk menyelesaikan setumpuk tugas yang notabene adalah tugas-tugas yang berat.
Kebiasaanku dalam mengerjakan tugas adalah mendahulukan yang mudah dan disuka, kemudian mengerjakan tugas yang sulit dan berat. Tapi lain cerita, jika ada suatu tugas yang harus dikumpulkan dengan cepat, dengan berat hati dan terpaksa aku mengerjakannya, meskipun tergolong tugas yang sulit dan berat untuk diselesaikan. Untuk memotivasi diriku sendiri, seringkali hal yang seperti itu aku angap sebagai tantangan bukan sebagai rintangan apalagi masalah yang besar.
Selain mengerjakan tugas yang tiada habisnya, aku juga harus mencuci baju setiap harinya. Namun aku memilih mencuci baju diakhir pekan, karena bagiku slogan “setumpuk pakaian yang mengganggu hari libur” tidak berlaku di sekolah boarding yang tidak mengenal hari libur. Setiap kali mencuci paling tidak aku harus menghabiskan waktu 1-2 jam di setiap minggunya, jika hal ini dilakukan di pekan pada umumnya tidak menjadi masalah bagiku. Namun lain cerita pada pekan terakhir sebelum ujian kali ini.
Antara Aku, Tugas, dan Laundry
Sudah dua pekan ini aku lebih memilih laundry dari pada mencuci baju sendiri, dengan resiko uang jajanku terpangkas untuk ongkos laundry. Setelah melalui berbagai peertimbangan, bagiku laundry lebih banyak dampak positifnya daripada dampak negatifnya. Berkat laundry, aku memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan sebelum ujian, dan secara tidak langsung aku sedang menjalani program diet. Menyisihkan uang untuk ongkos laudry berarti harus mengurangi porsi jajanku sehingga aku memaksa diriku untuk tidak membeli makanan yang membuat perutku semakin gemuk.
Malam ini seperti biasa, aku akan berangkat ke tempat laundry langganan dibelakang SMA. Namun aku harus cepat, karena sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup. Meskipun telat sedetik saja, satpam tidak akan membukanya dengan suka rela, “peraturan tetap peraturan” katanya. Jika memang terlanjur telat, harus bersiap diri untuk tidur di sembarang tempat dan semprotan wejangan di keesokan harinya. Maka dari itu, aku harus segera berangkat.
Sebelum berangkat aku sempatkan untuk mencari pinjaman sepeda motor terlebih dahulu, namun takdir berkata lain, semua sepeda yang tersedia sudah terboking. Dengan terpaksa aku meminjam sepeda angin untuk menyukseskan misiku malam ini. Sebenarnya pada pekan sebelumnya aku berangkat tidak menggunakan alat transportasi apapun, hanya mengandalkan otot-otot dari kedua kakiku, tapi sekarang keadaan memaksaku. Menggunakan sepeda lebih beresiko daripada berjalan kaki, dengan menggunakan sepeda diharuskan melalui titik tertentu yang merupakan tempat Pak Guru berjaga mengawasi siswa yang keluar tanpa jin di malam hari.
Seperti dugaanku, setelah menempuh jarak sekitar seratus meter dari tempat peminjaman sepeda terdapat Pak Guru yang sedang berjaga. Sempat terpikir olehku untuk segera melakukan langkah seribu, namun cahaya senter milik Pak Guru tepat berasa di dahiku, dalam sekejap aku berpikir untuk terus maju. Bermodalkan langkah gontai dan wajah memelas seperti belum makan seminggu, aku mulai bersilat lidah agar diijinkan untuk keluar. Setelah melalui negosiasi yang alot dan berkepanjangan akhirnya Pak guru memperbolehkan ku untuk keluar dengan syarat. Misi telah sukses, untuk saat ini.
Antara Aku, Tugas, dan Laundry
Syarat yang diberikan Pak guru kepadaku tidak main-main, jatah liburku semester ini dikurangi satu hari. Mungkin bagi siswa yang menempuh pendidikan di sekolah pada ummnya tidak akan menjadi masalah yang besar, dikarenakan durasi libur semesternya mencapai dua pekan , bahkan ada beberapa sekolah yang meliburkan siswanya selama tiga pekan. Lain halnya di SMA Waseda yang libur semesternya hanya empat hari, “sudah sedikit dikurangi lagi” umpatku dalam hati. Namun apa daya, seperti kata pak satpam “peraturan tetap peraturan”. Sebelum menggunakan sepeda, aku sudah mempertimbangkan segala kemungkinan termasuk hukuman ini, lebih baik beresiko tidak liburan dari pada tidak naik kelas, pikirku. Namun tetap saja yang namanya hukuman pasti tidak enak.
Akhir cerita, aku berhasil laundry, menyelesaikan semua tugas tepat waktu, berhasil naik kelas dengan nilai yang memuaskan dan waktu liburanku kurang. Hasil tidak akan menghianati usaha, segala peluang harus dicoba selagi masih bisa. Pantang menyerah dan tetap semangat, dengan begitu hari ini lebih baik daripada kemarin dan besok lebih baik dari hari ini.
Belum ada tanggapan untuk "Contoh Cerpen Pengalaman"
Post a Comment