Setelah lulus S1 tahun 2022, sebenarnya keinginanku sederhana: langsung lanjut daftar PPG Prajabatan. Kebetulan banget, tahun itu PPG Prajabatan dibuka untk angkaran pertama. Tapi ternyata, kenyataan nggak seindah rencana.
Aku ketinggalan untuk gelombang 1, dan ketika ada gelombang 2, sebenarnya waktunya masih memungkinkan. Tapi masalah datang dari hal yang cukup teknis: status di PDDikti masih tertulis mahasiswa, belum berubah menjadi lulusan. Kampusku waktu itu sedang sibuk mengurus akreditasi prodi, jadi kayaknya nggak sempat ngurus data mahasiswa satu per satu. Dan karena itulah, aku nggak bisa daftar. Padahal kampus lain bisa. Sedih? Iya. Kecewa? Banget. Jengkel? Lumayan. Tapi ya mau bagaimana lagi...
Akhirnya aku kerja dulu. Lalu tahun 2023 aku coba daftar dan alhamdulillah... langsung lolos. One shot. Rasanya beda banget dibanding LPDP yang belum berhasil. Meskipun sempat ngerasa kayak sombong, karena beberapa temen harus daftar dua atau tiga kali, tapi setelah dengar cerita mereka, aku justru merasa bersyukur banget. Rezeki orang memang beda-beda.
Di info awalnya, kuliah PPG ini katanya 1 tahun. Tapi kenyataannya hanya 8 bulan, dibagi 4 bulan per semester. Singkat banget, cepat berlalu. Banyak juga yang bilang kuliahnya berat, tugasnya numpuk, banyak tekanan. Tapi jujur, menurutku enggak. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan beban tugas sejak S1, apalagi kampusku waktu itu tugasnya padat dan terbiasa kerja cepat. Jadi ketika masuk PPG, rasanya ya biasa aja. Tugas banyak? Ya udah biasa. Ditambah sekarang ada ChatGPT juga, jadi mengerjakan tugas bisa lebih ringan dan terbantu.
Untuk PPL (praktik mengajar) di sekolah pun, aku nggak merasa se-tegang yang diceritakan orang-orang. Mungkin karena aku udah pernah ngajar selama 11 bulan sebelumnya, jadi udah kebal dan cukup siap menghadapi kelas. Bahkan nulis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) juga terasa nggak begitu berat. Waktu S1 dulu aku udah pernah dapet mata kuliah metode penelitian, jadi paham alurnya. Justru aku heran, beberapa temanku yang dari kampus negeri seperti UNESA malah banyak yang bingung. Dari situ aku belajar satu hal: kampus negeri atau swasta nggak menentukan siapa yang lebih siap, semua tergantung pengalaman dan kesiapan diri masing-masing.
Oh iya, kampus s1-ku termasuk kampus baru. Swasta, dan aku angkatan kelima. Tapi justru dari situ aku makin belajar untuk tidak merasa rendah diri. Karena ternyata aku bisa, bahkan mungkin lebih siap dari yang lain. Dan itu cukup jadi sumber kekuatan tersendiri.
-
Belum ada tanggapan untuk "Cerita Tentang PPG Prajabatan: Antara Telat, Berjuang, dan Bersyukur"
Post a Comment