les privat SMP SMA mtk ipa fisika kimia biologi tes/kuliah PPG prajabatan tes PPPK 082257518802

Pelajaran Pahit dari SMA Sakinah: Antara Harapan, Penyesalan, dan Keteguhan Diri



Setelah lulus PPG Prajabatan, aku sebenarnya tidak mau melamar kerja ke sekolah. Fokusku adalah ikut seleksi PPPK. Aku ingin bekerja di bimbel saja, karena biasanya kalau di sekolah ada kontrak kerja, seperti pengalaman burukku sebelumnya. Tapi karena dorongan dari ibuku, aku akhirnya mengikuti saran beliau untuk mencoba melamar ke sekolah.

Aku melihat lowongan kerja di Facebook, lalu melamar, ikut seleksi, dan lolos. Sekolahnya dekat, di Sidoarjo, dan berafiliasi dengan NU. Sejak awal aku sudah curiga kalau gajinya bakal kecil, dan benar saja, gajinya hanya 1,5 juta rupiah. Aku menyesal mengambil pekerjaan itu. Rasanya benar-benar rugi, karena aku hanya bertahan tiga bulan, lalu harus resign.

Alasannya, aku melanggar peraturan: pegawai dilarang ikut seleksi PPPK. Sementara aku tetap mendaftar PPPK. Akibatnya, aku harus mengundurkan diri dan membayar denda 5 juta rupiah agar ijazahku bisa keluar, karena selama bekerja ijazahku ditahan. Rasanya benar-benar kecewa, marah, dan merasa dikhianati.

Sekolah itu namanya SMA Sakinah. Aku juga merasa kasihan dengan para siswanya. Mereka membayar biaya sekolah mahal, tapi fasilitasnya sangat kurang. Guru-gurunya juga banyak yang tidak menguasai materi dengan baik. Kegiatan belajar pun terganggu karena terlalu sering ada acara keagamaan seperti shalawatan, dzikir, tahlil, istighosah, dan sejenisnya. Jam efektif untuk belajar sangat sedikit. Bagaimana siswa mau pintar kalau seperti itu?

Yang membuatku lebih tidak nyaman, di sekolah itu budaya mengagungkan pemimpin yayasan atau kiai terlalu berlebihan. Guru yang sudah lama mengabdi diberi mobil, sepeda motor, bahkan diberangkatkan haji. Aku jadi merasa, jangan-jangan uang SPP yang mahal itu lebih banyak digunakan untuk hadiah-hadiah semacam itu daripada untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Mereka juga terlalu membanggakan lulusan Oxford di antara mereka, padahal aku sendiri meragukan klaim itu. Apalagi pernah ada pernyataan dari salah satu pemimpinnya yang mengatakan bahwa bumi itu datar. Mana mungkin lulusan Oxford berpikir seperti itu?

Ketika wawancara kerja dulu, aku sebenarnya sudah mengatakan dengan jelas bahwa aku ingin tetap mendaftar PPPK. Kepala sekolah menjelaskan bahwa kontrak kerja dua tahun, ijazah ditahan, dan kalau resign harus membayar denda 5 juta. Aku menyetujui soal dendanya, bukan soal larangan daftar PPPK. Sayangnya, mereka mengartikan persetujuanku secara berbeda.

Saat itu aku memilih berkorban dan bekerja di sana hanya demi menyenangkan ibuku, walaupun sebenarnya aku tidak mau bekerja di sekolah NU. Selain karena gajinya kecil, kualitasnya juga jauh dari yang aku harapkan.

Tapi ya sudah, semua sudah terjadi. Yang penting, aku belajar banyak dari pengalaman ini. Cukup tahu, dan tidak mau lagi mengulangi kesalahan serupa.

Semua pengalaman ini, walaupun pahit, menjadi bekal berhargaku untuk melangkah lebih hati-hati di masa depan. Aku belajar bahwa mengambil keputusan harus benar-benar berdasarkan kata hati sendiri, bukan semata untuk menyenangkan orang lain. Aku juga belajar untuk tidak lagi berkompromi dengan prinsip dan tujuan hidupku. Mungkin jalan yang kulalui terasa berliku dan melelahkan, tapi aku yakin, semua ini sedang membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pelajaran Pahit dari SMA Sakinah: Antara Harapan, Penyesalan, dan Keteguhan Diri"

Post a Comment